Kupang, LIPUTANNTT.com,Malam puncak Flobamora Film Festival (F3) 2025 mengangkat tema Kalunga sebagai simbol tumbuh dan berkembangnya film di Nusa Tenggara Timur menjadi penutup rangkaian perayaan sinema dan budaya yang telah berlangsung selama lima hari di Kota Kupang (9/8).
Bertempat di Kampoeng Seni Flobamorata, acara penutupan berlangsung meriah dan penuh kehangatan, dipandu oleh MC Rey Serani dan Elis Tunya.
Sejak sore, pengunjung sudah memenuhi area festival, menikmati ragam booth interaktif dan kuliner seperti Children See Children Do, Bondi Cafe, Sanken (Sanny dan Ken), Naukarakoe, Terserah Koe, Bakso Pohon Sukun Pak Herman, hingga PT Wahanaartha Ritelindo. Tak ketinggalan, Studio Foto Naikliu Pride menjadi salah satu titik favorit pengunjung untuk mengabadikan momen terakhir festival.
Acara penutupan dibuka dengan penampilan energik dari Sanggar Tari Exotic Flobamora binaan UPTD Taman Budaya Gerson Poyk, yang menghadirkan nuansa khas NTT di panggung.
Dalam sambutannya perwakilan Komite Komunitas Film Kupang, Irwan Sebleku melaporkan perkembangan F3 dari tahun ke tahun.
Ia menyoroti peningkatan jumlah film, hadirnya wilayah-wilayah baru dalam peta produksi, hingga tantangan di film pelajar.
“F3 dari tahun ke tahun kami berbenah, banyak kerja dan pengembangan. Tahun ini kami bisa mengkurasi 6 film fiksi dan 2 film dokumenter. Tantangan ada di film pelajar yang turun dari 8 tahun lalu menjadi 2 tahun ini, namun kami tetap apresiasi setiap karya. Kami bangga film mulai tumbuh di titik-titik baru seperti Timor Tengah Utara dan Ngada, selain daerah-daerah yang konsisten seperti Lembata, Maumere, Larantuka, Kota Kupang, dan Sumba.
Melalui Bakumpul Komunitas, kami melatih 9 lembaga agar bisa membangun bioskop alternatif dan terima kasih atas semua dukungan, kami siap tanam kaki membangun ekosistem film di NTT,” ujarnya.
Sambutan kedua dibawakan oleh Judi Wahjudin Sekretaris Direktorat Jenderal Pengembangan, Pemanfaatan, dan Pembinaan Kebudayaan, yang untuk pertama kalinya hadir di forum seperti F3.
“Senang bisa hadir di sini, karena penguatan ekosistem film itu harus diperkuat dari bawah, sementara dari atas tugas kami adalah memfasilitasi. Saya gembira melihat kegiatan ini dilakukan secara gotong royong, karena roh kebudayaan memang gotong royong. Semoga F3 bisa menjadi ikon budaya Kupang dan sekitarnya.”
Ia juga menyoroti perkembangan perfilman NTT yang kian signifikan, termasuk pencapaian film Woman From Rote Island yang menembus kancah internasional.
“NTT punya potensi besar dalam perfilman dan berpeluang menjadi lokus penting dalam perfilman nasional maupun internasional. Namun potensi saja tidak cukup dibutuhkan instrumen kebudayaan yang mendukung” ujarnya lagi.
Kementerian Kebudayaan berkomitmen memperkuat ekosistem ini melalui penguatan komunitas, festival, produksi, apresiasi, dan pembinaan. Tahun ini kami mendukung F3 lewat program Manajemen Talenta Nasional bidang seni budaya, agar generasi muda perfilman Indonesia memiliki peta jalan yang berkelanjutan dari bibit hingga unggul. Harapannya, kolaborasi ini memberi ruang lebih besar bagi anak muda NTT untuk mengasah potensinya, sehingga semakin banyak karya dari dan tentang Indonesia Timur dikenal luas.”
Malam penutupan juga menjadi momen pengumuman pemenang kompetisi film. Dewan juri untuk Kompetisi Film Pelajar terdiri dari Emilius U.K Patar, Martha Hebi, dan Frans Patu Herlin. Sementara juri untuk Kompetisi Film NTT adalah Gayatri Nadya, Dion BD Putra, dan Yosep Anggi Noen.
Dalam ajang kompetisi film Flobamora Film Festival 2025, tiga karya terbaik dari berbagai kategori berhasil meraih juara, menegaskan kekuatan cerita dan kreativitas sineas NTT.(*)
