Kupang, LIPUTANNTT.com, Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Nusa Tenggara Timur kembali menegaskan perannya sebagai pengawas independen layanan publik melalui Kajian Singkat (Rapid Assessment) isu layanan kesehatan yang berfokus pada aksesibilitas kompensasi pelayanan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di NTT.
Kegiatan yang digagas Keasistenan Bidang Pencegahan ini dilakukan dalam rangka mengkonfirmasi data temuan lapangan bersama para pemangku kepentingan kesehatan di Ruang Flores Hotel Harper Kupang, Kamis (11/12).
Kegiatan dikemas dalam forum diskusi yang berlangsung sejak pukul 09.00 Wita ini dihadiri para Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota, para Direktur RSUD , serta Pimpinan BPJS Kesehatan dari seluruh cabang di NTT.
Dalam sambutannya, Plt. Kepala Perwakilan Ombudsman NTT, Yosua karbeka S. H., M.H., menegaskan bahwa mutu layanan merupakan inti dari pengawasan Ombudsman. Ia menyebut mutu layanan sering kali tidak dapat diukur hanya melalui regulasi formal, namun melalui pengalaman nyata masyarakat sebagai penerima manfaat.
“Pemerintah bertugas memberikan kepastian jaminan kesehatan menyeluruh bagi rakyat. Namun, implementasi JKN di NTT masih banyak dikeluhkan peserta,” tegasnya.
Ia mengutip laporan Kompas.id (14/03/2023) yang mengungkap bahwa meskipun peserta JKN di NTT telah mencapai 98,8% dan mencapai UHC, namun kondisi ini tidak diikuti peningkatan fasilitas dan mutu layanan kesehatan. Akibatnya, peserta JKN masih sering terhambat dalam mengakses layanan yang layak.
Kondisi ini mendorong Ombudsman NTT untuk melakukan kajian guna memberikan saran perbaikan agar pasien memperoleh hak kompensasi layanan JKN sehingga kerugian masyarakat tidak terjadi. Forum konfirmasi data temuan ini menjadi ruang kolaborasi strategis.
“Hasil kajian akan kami susun dalam laporan yang disampaikan kepada pihak terkait, dan Ombudsman akan melakukan monitoring untuk memastikan rekomendasi benar-benar dijalankan,” tegas Plt. Kepala Perwakilan Ombudsman RI NTT.
Selain mengonfirmasi temuan, Ombudsman dan para peserta diskusi membahas opsi perbaikan konkret yang dapat segera diterapkan.
Di forum yang sama, Kepala Keasistenan Bidang Pencegahan Maladministrasi Ombudsman NTT, Ola Mangu Kanisius,S.H.,M.H., mengungkap bahwa data kajian yang dihimpun Maret–Agustus dari 10 kabupaten/kota telah dikonfirmasi bersama seluruh pihak terkait.
“Kami meminta pendapat ahli untuk merumuskan saran perbaikan akses kompensasi JKN,” jelasnya.
Salah satu temuan utama adalah terkait kompensasi obat. Peserta JKN masih harus membeli obat di luar fasilitas kesehatan ketika terjadi kekosongan obat pada beban biaya yang seharusnya tidak ditanggung peserta JKN.
Ombudsman juga menemukan keterbatasan pemeriksaan laboratorium penyakit hypertiroid di RSUD Flores Timur, Lembata, dan Kupang. Peserta JKN harus membayar pemeriksaan TSH dan T4 di laboratorium luar RSUD.
“Seharusnya RSUD bekerja sama dengan laboratorium atau klinik lain untuk rujukan parsial. Ini bentuk kompensasi yang harus diberikan agar masyarakat tidak menanggung biaya tambahan,” kata Kanisus.
Sebagai lembaga negara pengawas pelayanan publik, Ombudsman menegaskan bahwa kompensasi JKN bukan kebijakan opsional, melainkan hak peserta sebagaimana diatur UU SJSN.
“Ombudsman berkepentingan memastikan masyarakat terbebas dari kerugian akibat layanan publik, terutama terkait hak kompensasi JKN. Kami mendorong ekosistem layanan kesehatan di NTT yang berintegritas dan bebas maladministrasi,” tegas Yosua Karbeka.
Melalui temuan dan langkah serius ini, Ombudsman NTT memperkuat posisinya sebagai garda terdepan dalam memastikan layanan kesehatan yang adil, transparan, dan berpihak pada masyarakat.(*)

