Kupang, LIPUTANNTT.Com,Wakil Wali Kota Kupang, Serena C. Francis, S.Sos., M.Sc., bersama Wakil Bupati Kupang, Aurum Obe Titu Eki, S.Ars., M.Ars., menjadi narasumber dalam kegiatan Bincang-Bincang Orang Muda yang digelar dalam rangka Pekan Raya Pemuda Sinode GMIT di Bumi Perkemahan CHMK Oematnunu, Kupang Barat, Kabupaten Kupang, Kamis (23/10).
Kegiatan yang diikuti ratusan pemuda dari 33 klasis se-Sinode GMIT ini menjadi wadah refleksi dan pembelajaran bersama tentang kepemimpinan, pelayanan, serta peran generasi muda dalam menghadapi dinamika perubahan zaman. Dalam kesempatan tersebut, kedua narasumber berbagi pengalaman dan pandangan terkait tanggung jawab dalam birokrasi, pemanfaatan teknologi, serta pelestarian nilai budaya.
Dalam pemaparannya, Wakil Wali Kota, memaparkan bahwa Pemerintah Kota Kupang terus berupaya memperkuat kerja sama lintas sektor, termasuk dengan gereja, dalam pemberdayaan masyarakat. “Kami mendukung program-program gerejawi, termasuk di GMIT. Kami bermitra melalui pelatihan UMKM dan digitalisasi ekonomi, seperti Sunday Market Saboak di Taman Nostalgia, yang telah memberdayakan lebih dari seratus pelaku UMKM dengan perputaran ekonomi mencapai lebih dari tiga miliar rupiah selama 18 minggu,” ungkapnya.
Ia juga memperkenalkan program inovatif Inakasih (Intervensi bantuan pembalut gratis bagi perempuan prasejahtera) sebagai bentuk perhatian terhadap isu kesehatan perempuan. “Kami melihat masih banyak keluarga yang kesulitan memenuhi kebutuhan dasar kesehatan reproduksi. Pemerintah harus hadir untuk menjawab kebutuhan itu. Kami juga terbuka berkolaborasi dengan GMIT dalam edukasi kesehatan dan pelayanan sosial bagi perempuan muda,” tambahnya.
Serena juga menyampaikan bahwa generasi muda harus mampu beradaptasi dengan perkembangan teknologi sekaligus memahami tantangan dalam sistem pemerintahan. “Generasi muda sekarang cepat beradaptasi dengan teknologi, namun di birokrasi kita bekerja dengan banyak pihak yang ritmenya berbeda. Ini kesempatan bagi anak muda untuk belajar dan membawa perubahan positif,” ungkapnya.
Terkait penggunaan media sosial, Serena mengingatkan pentingnya kebijaksanaan dalam menyaring informasi. “Kita hidup di era satu kali scroll semua informasi bisa didapat, tapi jangan sampai kita banding-bandingkan diri dengan orang lain sampai ganggu kesehatan mental. Karena itu, sebelum kita sharing, kita harus saring dulu,” pesannya.
Sementara itu, Wakil Bupati Kupang, Aurum Obe Titu Eki, berbagi pengalaman pribadi yang membentuk karakter kepemimpinannya. Ia menuturkan bahwa nilai-nilai budaya dan pengalaman hidup menjadi fondasi penting dalam menjalankan tanggung jawab sebagai pelayan masyarakat. “Banyak nilai budaya yang tidak terlihat, tetapi tertanam dalam diri kita. Sama seperti dalam pendidikan, kita harus belajar untuk memproses setiap informasi yang kita terima agar tidak mudah terpengaruh,” jelasnya.
Dalam kesempatan tersebut, kedua pemimpin muda juga membahas program prioritas nasional Makan Bergizi Gratis (MBG) yang saat ini sedang diimplementasikan pemerintah. Menurut mereka, program ini membuka peluang bagi masyarakat, termasuk anak muda, untuk berpartisipasi aktif dalam mendukung ketahanan pangan dan pemberdayaan ekonomi lokal.
“Anak muda bisa terlibat menjadi mitra penyedia bahan pangan lokal untuk mendukung pelaksanaan program MBG. Ini peluang besar untuk membuka lapangan kerja baru,” ujar Serena.
“Sekarang banyak mama-mama yang ikut membantu di dapur MBG dan mendapat penghasilan tambahan. Program ini membuka ruang pemberdayaan yang luas, dan anak muda harus menangkap peluang itu,” tambah Aurum.
Sesi Bincang-Bincang Orang Muda berlangsung interaktif, dengan sejumlah peserta dari berbagai klasis mengajukan pertanyaan seputar budaya, teknologi, serta partisipasi pemuda dalam program pemerintah. Salah satu peserta dari Alor, Enos Agalakari, mengajukan pertanyaan menarik tentang cara menyeimbangkan budaya lokal dengan kemajuan zaman.
Menanggapi hal itu, kedua narasumber menekankan bahwa budaya tidak boleh ditinggalkan, tetapi perlu dihidupkan kembali dalam bentuk yang relevan dengan konteks modern. Wakil Wali Kota menambahkan bahwa kemajuan teknologi seharusnya menjadi alat untuk memperluas pengaruh positif pemuda, bukan mengikis identitasnya. “Kita hidup di era digital, tapi jangan sampai kehilangan jati diri. Gunakan media sosial untuk menginspirasi, bukan membandingkan diri. Sebelum kita sharing, kita harus saring dulu,” pesannya.
Pertanyaan lainnya datang dari Ketua Pemuda Sinode GMIT, Erenst Blegur yang menyoroti pentingnya sinergi antara pemerintah dan gereja dalam membuka ruang partisipasi pemuda. Kedua narasumber sepakat bahwa kolaborasi lintas sektor menjadi kunci keberhasilan pembangunan berbasis komunitas, termasuk di bidang sosial dan ekonomi.
Menutup kegiatan, moderator meminta kedua narasumber menyampaikan closing statement sejalan dengan tema besar kegiatan, “Dare to Be a Leader: Bertumbuh, Berbuah, dan Berdampak”.
Dalam pesannya, Serena Francis mengajak pemuda GMIT untuk berani menjadi pemimpin yang berprinsip dan berorientasi pada kebaikan. “Ketika menjadi seorang pemimpin, kita harus punya prinsip dan visi yang bertumbuh untuk masyarakat. Percayalah, ketika kita melakukan hal yang baik, maka kebaikan itu akan datang dengan sendirinya kepada kita. Do good, and good will come to you,” ungkapnya.
Sementara itu, Aurum Titu Eki menegaskan bahwa setiap orang memiliki potensi menjadi pemimpin di lingkungannya masing-masing. “Pemimpin tidak dilihat dari jabatan atau status. Dalam keluarga pun, kalau kita mengambil keputusan yang baik, itu sudah kepemimpinan. Besar kecilnya tanggung jawab yang kita pegang harus dijalankan dengan sungguh-sungguh. Kalau kita menyepelekan hal kecil, bagaimana Tuhan mempercayakan hal besar?” pesannya.(*/ crd)

