Jabar, LIPUTANNTT.com,Wakil Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT), Johni Asadoma, menghadiri dan menjadi narasumber dalam Rapat Koordinasi Perencanaan dan Pengendalian Pengelolaan Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan (Rakorendal) Tahun 2025, yang diselenggarakan oleh Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) Republik Indonesia (RI). Kegiatan ini berlangsung di Hotel Aston Sentul Lake Resort & Conference Center, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat, pada Selasa (18/11/2025).
Rakorendal dibuka oleh Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam) Jenderal TNI (Purn) Djamari Chaniago. Hadir pula Menteri Dalam Negeri (Mendagri) sekaligus Ketua Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP), Tito Karnavian serta Sekretaris BNPP, Komjen Pol. Makhruzi Rahman.
Dalam arahannya, Menko Djamari menegaskan bahwa seluruh program lintas kementerian/lembaga harus mengacu pada Rencana Induk Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan (Renduk BWNKP), agar pembangunan perbatasan dapat berjalan secara terpadu. Ia menekankan bahwa kawasan perbatasan merupakan “Beranda Terdepan Bangsa” yang harus dikelola serius untuk memberikan manfaat nyata bagi masyarakat yang tinggal di garis terluar.
“Pemerataan pembangunan di daerah perbatasan menjadi tanggung jawab bersama pemerintah pusat dan daerah,” ujar Djamari.
Menko Djamari menjelaskan bahwa ada beberapa yang menjadi fokus utama dalam rakor tersebut, seperti penegasan garis batas negara, pembangunan Pos Lintas Batas Negara (PLBN), dan pengembangan ekonomi masyarakat perbatasan.
“Pertama, untuk menegaskan garis batas perbatasan antara kita dengan tetangga. Kedua, kita akan membangun PLBN di beberapa titik. Ketiga, mengembangkan pertumbuhan ekonomi masyarakat di perbatasan supaya tidak terlalu tertinggal dan berimbang dengan daerah lain, termasuk agar tidak terlalu bergantung pada negara tetangga,” jelasnya
Menko Polkam juga menyampaikan bahwa pembangunan jalan perbatasan yang saat ini telah mendekati tahap penyelesaian di sejumlah wilayah. Di Sumatera dan Kalimantan, tersisa sekitar 52 kilometer untuk menyambungkan jalur Barat–Timur sepanjang hampir 2.000 kilometer. Di Papua, jalur menuju perbatasan dengan Papua Nugini tinggal menunggu penyelesaian 153 kilometer.
“Pembangunan perbatasan Indonesia – Timor Leste hampir tuntas, hanya menyisakan beberapa kilometer saja. Kemudian untuk mengembangkan PLBN, masih ada beberapa titik di Timor Leste dan Malaysia, seperti di Sebatik yang harus diselesaikan tahun ini,” tambahnya.
Sementara itu, Mendagri, Tito Karnavian menegaskan komitmen pemerintah untuk memperkuat pembangunan di wilayah perbatasan.
"Kita ketahui bahwa masalah perbatasan ini menjadi atensi dari pimpinan negara, dari awal pimpinan negara, Presiden, sampai ke Bapak Presiden kita yang sekarang, Pak Prabowo," kata Tito.
Presiden Prabowo Subianto, kata Mendagri, menempatkan penguatan sistem pertahanan serta pembangunan dari daerah pinggiran sebagai salah satu prioritas nasional.
"Membangun dari desa dan dari bawah, untuk pemerataan ekonomi dan pemberantasan kemiskinan. Pembangun dari pinggiran, bahasanya seperti itu, pinggiran ini dua, satu adalah di perbatasan, dua adalah desa,” ujarnya.
Ia menjelaskan bahwa wilayah perbatasan memiliki peran strategis baik dari sisi ekonomi maupun pertahanan. Mendagri menyoroti banyaknya potensi ekonomi di kawasan perbatasan yang belum dimanfaatkan secara optimal.
“Paling tidak ada dimensi ekonomi, ada dimensi keamanan di sana. Dimensi ekonomi, di daerah-daerah perbatasan ini juga banyak yang berpotensial,” kata Tito.
Mendagri menekankan perlunya pemanfaatan posisi geografis Indonesia yang berada di jalur strategis perdagangan internasional, seperti Selat Malaka. Ia mencontohkan bagaimana negara lain seperti Singapura dan Malaysia telah lebih dulu mengoptimalkan kawasan tersebut sebagai pusat pertumbuhan ekonomi.
Ia menegaskan, Indonesia harus mulai memanfaatkan keunggulan geografis tersebut dengan membangun Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) yang terhubung dengan jalur logistik internasional.
Selain potensi ekonomi, Mendagri menekankan pentingnya menjadikan masyarakat perbatasan sebagai garda terdepan dalam menjaga kedaulatan negara melalui peningkatan kesejahteraan. Menurutnya, kesejahteraan masyarakat memiliki peran besar dalam memperkuat nasionalisme. Dengan demikian, upaya menjaga pertahanan di daerah perbatasan tidak selalu harus mengandalkan kekuatan militer.
Sebagai salah satu Narasumber pada Rakorendal tersebut, Wakil Gubernur NTT, Johni Asadoma juga menyampaikan sejumlah isu strategis terkait kondisi wilayah perbatasan di NTT, khususnya yang berbatasan dengan Timor Leste. Ia menyoroti perlunya penguatan infrastruktur dasar, konektivitas antarwilayah, dan pelayanan publik agar pengelolaan perbatasan berjalan optimal.
“Percepatan pembangunan perbatasan hanya bisa berhasil jika ada sinergi antara pemerintah pusat, daerah, dan kementerian/lembaga. Pendekatan terpadu dan adaptif sangat penting agar masyarakat di perbatasan benar-benar merasakan manfaatnya,” ujar Wagub Johni.
Lebih lanjut, Wagub Johni Asadoma menekankan bahwa perbatasan bukan hanya soal keamanan, tetapi juga pintu bagi pembangunan ekonomi dan sosial.
Ia optimis, melalui kolaborasi lintas level pemerintahan akan mempercepat pembangunan kawasan perbatasan, memperkuat kedaulatan, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, sebagai bagian dari “beranda terdepan” NKRI.
Rakorendal 2025 yang diselenggarakan pada 18 hingga 19 November 2025 ini turut dihadiri oleh 18 Kepala Daerah dari provinsi perbatasan, dan sejumlah pejabat dari kementerian terkait. Sementara hadir mendampingi Wagub NTT diantaranya, Staf Ahli Gubernur NTT Bidang Politik dan Pemerintahan, Petrus Seran Tahuk, dan Kepala Badan Pengelola Perbatasan Daerah Provinsi NTT, Maksi Nenabu.,(*)

