KUPANG, LIPUTANNTT.Com,Penjabat Sekretaris Daerah Kota Kupang, Ignasius Repelita Lega, S.H., membuka secara resmi kegiatan Lokakarya Perumahan dan Kawasan Permukiman Tahun 2025 yang berlangsung di Hotel Harper Kupang, Senin (1/9).
Forum ini mengangkat tema “Penataan Kawasan Permukiman Kumuh Pesisir Kota Kupang: Identifikasi Permasalahan, Dampak Multisektor, dan Rekomendasi Solutif”. Turut hadir Staf Ahli Wali Kota Bidang Pemerintahan, Hukum dan Politik, Matheus B.L. Radjah, SH., Kepala Balitbangda Kota Kupang, Ir. Solvie Y. H. Lukas., perwakilan instansi vertikal, Camat dan Lurah serta perwakilan perangkat daerah lingkup Kota Kupang.
Hadir juga dua narasumber, yaitu Dr. Linda Welmintje Fanggidae, ST., MT., dengan makalah “Strategi Penataan Permukiman Kumuh Pesisir Kota Kupang (Pendekatan Perilaku Lingkungan dan Budaya)” serta Dr. Dantje A.T. Sina, ST., MT., Ph.D., dengan makalah “Strategi Penataan Permukiman Kumuh Pesisir Kota Kupang: Integrasi Infrastruktur Layanan Dasar dan Mitigasi Resiko”.
Dalam sambutannya, Pj Sekda menegaskan bahwa kawasan pesisir merupakan wajah depan Kota Kupang, tempat banyak warga tinggal, bekerja, dan menggantungkan hidup. Pesisir juga menjadi pintu masuk budaya dan ekonomi kota, namun di balik potensi tersebut terdapat masalah serius berupa permukiman kumuh yang ditandai dengan kepadatan penduduk, buruknya sanitasi, keterbatasan infrastruktur, hingga ancaman abrasi dan banjir rob. Menurutnya, kondisi ini bukan sekadar masalah tata ruang, tetapi juga menyangkut martabat manusia dan masa depan Kota Kupang.
Ia menekankan bahwa penanganan kawasan pesisir tidak bisa dilakukan secara parsial atau sporadis. Upaya yang ditempuh harus menyeluruh, berbasis data, berpijak pada realitas lapangan, dan dijalankan dengan semangat kolaborasi lintas sektor. Kajian yang dilakukan Balitbangda Kota Kupang telah memberikan gambaran yang jelas mengenai berbagai persoalan yang dihadapi, mulai dari keterbatasan air bersih, buruknya sanitasi, ketidakjelasan status tanah, hingga dampak sosial-ekonomi yang menekan warga pesisir. Namun, kajian tersebut juga memberikan arah solusi yang dapat ditempuh secara bersama.
Ignasius menjelaskan bahwa masyarakat pesisir tidak boleh hanya diperlakukan sebagai objek pembangunan, melainkan harus dilibatkan sejak awal perencanaan karena mereka yang paling memahami persoalan sehari-hari. Di sisi lain, layanan dasar seperti air bersih, sanitasi, dan pengelolaan sampah harus diperluas dan ditingkatkan dengan penerapan teknologi yang sesuai dengan kondisi lokal. Kepastian hukum atas status tanah juga sangat penting agar warga dapat mengakses pembiayaan untuk membangun rumah yang lebih layak. Semua langkah ini, lanjutnya, hanya bisa berhasil apabila ada kolaborasi yang kuat antara pemerintah, akademisi, LSM, dunia usaha, dan masyarakat itu sendiri sebagai penggerak utama.
Lebih jauh, ia menegaskan bahwa penataan kawasan kumuh pesisir bukan semata proyek fisik, melainkan pekerjaan rumah kolektif yang membutuhkan sinergi dari semua pihak. Karena itu, lokakarya ini diharapkan tidak berhenti pada laporan atau rekomendasi semata, tetapi mampu melahirkan kesepakatan aksi dengan target yang jelas, langkah yang terukur, serta peran yang terdistribusi dengan baik. “Menata kawasan kumuh berarti menata harkat dan martabat manusia. Rumah layak, lingkungan sehat, dan layanan dasar yang memadai adalah hak setiap warga, sekaligus tanggung jawab kita bersama,” ujarnya.
Mengakhiri sambutan, Pj. Sekda mengajak seluruh peserta lokakarya untuk menjadikan forum ini sebagai ruang belajar, ruang berbagi, dan ruang berkomitmen. Ia berharap kawasan pesisir tidak lagi terjebak dalam stigma kumuh, melainkan dapat menjadi halaman depan Kota Kupang yang tertata, sehat, dan membanggakan.
Sementara itu, laporan panitia pelaksana menjelaskan bahwa kegiatan lokakarya ini dilatarbelakangi oleh tantangan signifikan yang dihadapi kawasan pesisir Kota Kupang dalam pengelolaan permukiman kumuh. Berbagai faktor seperti kepadatan penduduk, keterbatasan akses layanan dasar, rendahnya kualitas infrastruktur, serta dinamika sosial-budaya dan kelembagaan masyarakat menjadi penyebab kompleks yang membutuhkan penanganan holistik dan lintas sektor. Untuk itu, forum ini dipandang penting sebagai ruang kolaborasi dalam merumuskan kebijakan dan program yang lebih tepat sasaran.
Lokakarya ini bertujuan untuk mengidentifikasi akar permasalahan permukiman kumuh pesisir dari berbagai aspek, menganalisis dampak multidimensional yang ditimbulkan terhadap kehidupan masyarakat dan ekosistem, serta merumuskan strategi penataan kawasan secara terpadu dan berkelanjutan. Pendekatan yang ditempuh mengedepankan prinsip ilmiah, partisipatif, dan berbasis bukti agar hasilnya dapat diimplementasikan secara nyata.(* crd)