Investasi Bodong Menggurita di NTT: Krisis Literasi Finansial, Penyalahgunaan Kepercayaan Publik, dan Risiko yang Tak Terkendali Oleh: Ricky Ekaputra Foeh, MM Dosen FISIP Undana – Pengamat Ekonomi Sosial Budaya

Pemred Liputan NTT
0

 

KUPANG, LIPUTANNTT.Com,Kasus penipuan berkedok investasi kembali merebak di berbagai kabupaten di Nusa Tenggara Timur. Seorang guru di Kota Kupang dilaporkan kehilangan sekitar delapan puluh juta rupiah karena menyerahkan dananya pada skema yang menjanjikan imbal hasil tinggi dalam waktu singkat. Kasus seperti ini terulang dari tahun ke tahun, menunjukkan bahwa investasi ilegal bukan hanya persoalan hukum, tetapi mencerminkan kerentanan literasi keuangan dan kondisi sosial ekonomi masyarakat.


Realitas dan Fakta Terkini di NTT


Dalam satu tahun terakhir, laporan kerugian masyarakat muncul di beberapa wilayah seperti Kupang, Belu, Malaka, Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara, Sikka, Lembata, dan Sumba. Polanya relatif serupa. Warga ditawari penempatan dana melalui simpan pinjam tidak berizin, arisan berantai, serta model penghimpunan dana berbasis kepercayaan kelompok dengan janji keuntungan yang tidak masuk akal. Pelakunya sering memiliki kedekatan sosial dengan korban. Ada yang merupakan figur masyarakat, anggota keluarga besar, atau individu yang dipercaya dalam lingkungan tempat tinggal.


Banyak korban yang enggan melapor karena rasa malu, tekanan sosial, dan anggapan bahwa kehilangan uang akibat investasi salah langkah adalah kesalahan pribadi. Namun fakta sebaliknya. Kerentanan masyarakat adalah fenomena struktural. Minimnya akses pendidikan finansial, tekanan ekonomi rumah tangga, serta budaya sosial berbasis kepercayaan membuat masyarakat di NTT menjadi sasaran empuk bagi pelaku kejahatan keuangan.


Fenomena ini sejalan dengan kondisi nasional. Berbagai sumber memperkirakan bahwa kerugian masyarakat akibat investasi ilegal secara kumulatif sejak 2017 hingga 2025 telah mencapai ratusan triliun rupiah. Data tersebut menunjukkan skala kerusakan ekonomi yang muncul akibat lemahnya pengawasan serta rendahnya kapasitas mitigasi risiko di tingkat individu.


Mengapa Masyarakat Rentan Terjebak?


Minimnya literasi keuangan menjadi faktor utama. Banyak warga tidak terbiasa memeriksa legalitas lembaga yang menghimpun dana. Mereka tidak memahami bahwa setiap bentuk penghimpunan dana publik membutuhkan izin resmi dan pengawasan yang memadai. Ketika seseorang menawarkan keuntungan dua kali lipat dalam dua puluh hari atau menawarkan pembagian laba harian, narasi tersebut mudah diterima oleh individu yang tertekan secara ekonomi dan tidak memahami indikator risiko.


Budaya sosial di NTT memperkuat kerentanan. Modal sosial berupa kepercayaan, solidaritas keluarga besar, dan penghormatan terhadap figur publik sering membuat warga merasa tidak perlu memverifikasi kebenaran penawaran investasi. Rasa sungkan mempertanyakan legalitas kepada kenalan atau tokoh masyarakat menjadi pintu masuk utama bagi pelaku. Celah sosial ini telah lama dimanfaatkan oleh penipu dan terus menimbulkan kerugian.


Semua Bisnis Mengandung Risiko, Tapi Risiko Dapat Dikendalikan


Poin penting yang sering diabaikan adalah bahwa setiap usaha ekonomi, sekecil apa pun, memiliki risiko. Tidak ada bisnis yang menjamin keuntungan tetap. Namun bisnis yang sah dan sehat selalu memiliki struktur risiko yang dapat dimitigasi, mekanisme kerja yang jelas, dan informasi yang dapat diuji.


Sebaliknya, investasi bodong menolak transparansi. Mereka menawarkan keuntungan tetap tanpa menjelaskan mekanisme, tanpa pembukuan yang dapat diaudit, serta tanpa izin legal. Pemahaman kritis tentang risiko harus menjadi fondasi masyarakat ketika mengambil keputusan finansial.


Masyarakat perlu membiasakan diri bertanya. Siapa pengelolanya. Apa izin resminya. Bagaimana mekanisme kerja dananya. Dari mana keuntungan diperoleh. Seberapa besar risiko kerugiannya. Apakah imbal hasil yang dijanjikan sejalan dengan kondisi pasar dan logika ekonomi.


Pengelolaan risiko pribadi bukan konsep rumit. Caranya dengan tidak menggunakan seluruh dana untuk satu skema, menempatkan dana hanya pada hal yang dipahami mekanismenya, menggunakan dana yang siap rugi, serta tidak tergoda iming-iming keuntungan cepat. Prinsip sederhana ini mampu menyelamatkan banyak keluarga dari kerugian besar.


Solusi Praktis untuk Masyarakat dan Pemerintah Daerah


Mengatasi persoalan investasi bodong membutuhkan pendekatan menyeluruh. Pemerintah daerah perlu memperluas literasi finansial hingga tingkat desa melalui pelatihan rutin, sosialisasi izin lembaga keuangan, dan penyampaian contoh kasus nyata. Edukasi berbasis pengalaman sering jauh lebih efektif daripada sekadar imbauan.


Perguruan tinggi di NTT perlu mengambil peran lebih kuat dalam membangun budaya sadar risiko. Melalui program pengabdian masyarakat, dosen dan mahasiswa dapat membantu warga memahami model investasi sederhana, mekanisme legalitas lembaga keuangan, serta cara melakukan verifikasi mandiri sebelum menyerahkan dana.


Media lokal juga perlu meningkatkan intensitas pelaporan investigatif tentang penawaran investasi yang meragukan. Publik membutuhkan informasi yang jelas mengenai modus, korban, serta langkah-langkah verifikasi. Keberanian media mengangkat kasus secara mendalam dapat berfungsi sebagai sistem peringatan dini bagi warga.


Di tingkat komunitas, masyarakat perlu mulai membangun budaya bertanya, memverifikasi, dan berdiskusi sebelum menempatkan uang. Tidak ada yang salah dengan sikap skeptis terhadap tawaran yang terlalu muluk. Sikap ini bukan sikap tidak percaya, melainkan bentuk perlindungan diri.


Penegakan hukum yang cepat dan tegas menjadi penopang utama seluruh upaya ini. Pelaku harus diproses secara terbuka agar menjadi pembelajaran bagi publik. Kasus yang didiamkan hanya memperkuat keberanian pelaku lain untuk mengulangi pola yang sama.


Penutup


Maraknya investasi bodong di NTT bukan sekadar persoalan kejahatan finansial, tetapi refleksi dari kondisi sosial masyarakat yang berhadapan dengan terbatasnya pengetahuan, tekanan ekonomi, dan ketidakmampuan mengelola risiko secara memadai. Namun risiko bukan sesuatu yang tidak terkendali. Dengan literasi yang tepat, ketegasan hukum, peran aktif akademisi dan media, serta keberanian masyarakat untuk bersikap kritis, fenomena ini dapat ditekan secara signifikan.


Masyarakat membutuhkan ruang aman untuk belajar, memeriksa, dan mengambil keputusan finansial tanpa rasa takut tertipu. Upaya membangun ruang aman ini adalah tugas bersama. Ketika masyarakat mampu memahami risiko dan mengendalikannya, maka peluang pembangunan ekonomi yang lebih sehat dan berkelanjutan dapat benar-benar terwujud di Nusa Tenggara Timur.(*)

Posting Komentar

0Komentar

Please Select Embedded Mode To show the Comment System.*

Melayani permintaan peliputan dan pemasangan iklan banner. Marketing Director (Email: redaksiliputanntt@gmail.com.Contact Person:081236630013). Alamat Redaksi: Jl. Oekam, RT 13/RW 005 Kelurahan Sikumana, Kecamatan Maulafa, Kota Kupang, NTT. Email: redaksiliputanntt@gmail.com. Tlp/Hp: 081236630013 Rekening: BRI: No. Rek. 467601014931533 a.n. Hendrik Missa Bank NTT: No. Rek. 2503210258 a.n. Hendrik Missa