KUPANG, LIPUTANNTT.com,“Sertifikasi terhadap berbagai warisan Budaya NTT tidak hanya ditujukan untuk meningkatkan Indeks Pembangunan Kebudayaan (IPK) di NTT, tapi juga untuk meningkatkan daya tarik wisatawan berkunjung ke daerah ini. Masih segar dalam ingatan kita klaim dari salah satu negara di Asia terhadap alat musik Sasando. Demikian pun klaim dari salah satu daerah di pulau Jawa terhadap tenun ikat Sumba Timur. Oleh karenanya, upaya sertifikasi juga sangat penting untuk menghindari klaim dari daerah atau pihak lainnya terhadap berbagai warisan budaya yang kita miliki serta menjaganya agar tetap lestari.”
Demikian diungkapkan Gubernur NTT, Emanuel Melkiades Laka Lena, dalam sambutannya saat membuka Rapat Teknis Warisan Budaya Tahun 2025, bertempat di Hotel Harper, Selasa (27/5/2025).
Rapat teknis yang diinisiasi oleh Kementerian Kebudayaan RI tersebut mengangkat tema “Akselerasi Penetapan Warisan Budaya Melalui Pendekatan Holistik Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia”.
Pembukaan rapat ditandai dengan pemukulan gendang oleh Gubernur NTT bersama Direktur Jenderal Perlindungan Kebudayaan dan Tradisi, Kementerian Kebudayaan RI, Dr. Restu Gunawan.
Gubernur NTT dalam sambutannya mengungkapkan bahwa NTT merupakan provinsi yang memiliki kekayaan budaya, adat istiadat dan seni sehingga perlu diperhatikan dan dilindungi dengan kekuatan regulasi.
“NTT merupakan provinsi dengan beragam tradisi, adat-istiadat, ritus, seni pertunjukkan dan kerajinan tradisional dengan kekhasan dan keunikannya masing-masing. Terlebih beberapa waktu lalu, Pak Menteri Kebudayaan telah datang ke NTT untuk mengunjungi dan merasakan langsung kekayaan budaya Sukutokan di Pulau Adonara. Dan saya memberikan apresiasi yang tinggi kepada Kementerian Kebudayaan RI yang menginisiasi kegiatan ini agar warisan budaya NTT yang beragam dan tertuang dalam berbagai bentuk dapat segera mendapatkan pengakuan dan penetapan,” ungkap Gubernur Melki Laka Lena.
Gubernur Melki menyebutkan bahwa, Warisan Budaya merupakan bentuk kebijaksanaan lokal baik yang berwujud benda maupun tak benda.
“Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) sesuai Konvensi UNESCO (Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa) Tahun 2003, terbagi dalam lima gugus utama terdiri Tradisi dan Ekspresi Lisan; Adat Masyarakat, Ritus, dan Perayaan; Pengetahuan dan Kebiasaan Perilaku Mengenai Alam dan Semesta; Seni Pertunjukan; serta Keterampilan dan Kemahiran Kerajinan Tradisional,” ucapnya.
Sehingga diutarakannya, upaya Percepatan Penetapan WBTB tidak sekadar bertujuan untuk mendapatkan pengakuan secara nasional maupun internasional tapi terutama untuk keberlanjutan dari kearifan lokal tersebut.
“Jangan sampai banyak warisan budaya kita yang masih lebih dominan dalam bentuk lisan dan praktik, atau belum dibukukan, hilang begitu saja. Upaya ini sangat strategis dan penting karena ketika suatu WBTB diakui secara nasional maupun internasional otomatis disertai tanggung jawab untuk melestarikan. Dalam hal ini, pelestarian warisan budaya bukan sebatas menjaga, melainkan juga memanfaatkannya. Pemanfaatan ini merupakan bentuk tanggung jawab dari masyarakat untuk ikut melestarikannya,” jelas Melki Laka Lena.
Ia juga mengatakan bahwa Pemerintah Provinsi NTT, melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan terus melakukan identifikasi warisan budaya yang terdapat di seluruh Kabupaten/Kota di NTT.
“Tahun ini kita juga sudah mengusulkan 26 Karya Budaya dari 13 kabupaten di NTT agar dapat ditetapkan menjadi Warisan Budaya Tak Benda Nasional Tahun 2025. Sementara untuk Warisan Budaya Benda/Cagar Budaya, ada dua yang diakui secara nasional yakni Cagar Budaya Liang Bua di Manggarai dan Rumah Pengasingan Bung Karno di Ende. Kita juga sudah memiliki satu Warisan Budaya yang diakui oleh UNESCO yakni Kampung Adat Wae Rebo Selain itu, Pemerintah Provinsi juga terus melakukan beberapa kegiatan berkelanjutan sebagai upaya dalam melestarikan warisan budaya di NTT seperti Pengkajian, Pendokumentasian dan Seminar karya budaya dari 10 Objek Pemajuan Kebudayaan Selain warisan,” papar Melki.
Gubernur Melki mengharapakan agar kegiatan ini dapat mendorong kerja kolaborasi dalam meningkatkan Penetapan Warisan Budaya baik Benda maupun Tak Benda di daerah ini karena NTT merupakan daerah yang kaya akan Warisan Budaya.
“Harus diakui bahwa Secara proporsional, jumlah warisan budaya yang sudah disertifikasi secara nasional maupun internasional masih terlalu kecil. Karena itu, saya berharap agar pemerintah Kabupaten/Kota lebih bekerja keras dalam melakukan penelitian dan mengidentifikasikan potensi-potensi cagar budaya maupun WBTB di daerahnya yang kiranya berpotensi untuk mendapatkan pengakuan secara nasional bahkan internasional,” jelasnya.
“Bangun koordinasi dan kolaborasi dengan Kementerian Kebudayaan dalam hal ini Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XVI NTT terkait langkah-langkah teknis administrasi yang diperlukan untuk percepatan Sertifikasi Cagar Budaya maupun WBTB NTT,” tambah Melki.
Gubernur Melki juga mengungkapkan dengan keterbatasan fiskal daerah, Pemerintah Provinsi NTT telah memberikan dukungan terhadap Program Pengembangan Kebudayaan sebesar 200 juta sepanjang tahun 2024 dan 2025. Sehingga pihaknya mengharapkan dukungan dari Pemerintah Pusat terutama melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) bagi Pemajuan Kebudayaan di NTT.
Sementara itu, Direktur Jenderal Perlindungan Kebudayaan dan Tradisi, Kementerian Kebudayaan RI, Dr. Restu Gunawan, M.Hum menekankan sesuai Asta Cita ke 8 Presiden Prabowo dan Wakil Presiden Gibran dijelaskan bahwa penyelarasan kehidupan yang harmonis dengan lingkungan, alam, dan budaya guna mencapai masyarakat yang adil dan makmur sehingga paradigma terkait kebudayaan pun mengalami perubahan.
“Paradigma kebudayaan dahulu dan kini telah mengalami perubahan. Dulu kita menganggap kebudayaan adalah biaya, namun saat ini kebudayaan adalah investasi. Dulu dalam pemikiran kita, kebudayaan adalah kesenian, namun yang sebenarnya adalah kesenian itu bagian dari kebudayaan. Kita juga dulu berpikir bahwa kebudayaan adalah tontonan, tapi saat ini kebudayaan adalah tuntunan yang bisa dikapotalisasi menjadi tontonan. Kita juga saat dulu menganggap kebudayaan adalah masa lalu (hanya perlu dilestarikan), namun sebenarnya kebudayaan adalah masa lalu, masa kini, dan masa depan.” Jelasnya.(ar)