KUPANG, LIPUTANNTT.com,Bertempat di Hotel Sahid T-More, Asisten Ombudsman RI Perwakilan Provinsi NTT, Siti Qulsum menghadiri undangan Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI) DPD NTT untuk berpartisipasi sebagai peserta kegiatan Review Standar Operasional Prosedur (SOP) dan Cara Berinteraksi dengan Disabilitas.
Hadir pula sebagai pemapar maupun peserta yaitu Ketua dan pengurus pusat HWDI, perwakilan dari Dinkes Kota Kupang, Dinkes Provinsi NTT, Puskesmas Pasir Panjang, Puskesmas Oebobo, Puskesmas Penfui, Puskesmas Oesapa, Pustu Lasiana, Puskesmas Tarus, Dinkes Kabupaten Kupang, Bengkel APPEK, FITRA, BPBD dan beberapa instansi lainnya.
Agenda pada hari pertama meliputi pemaparan materi dari organisasi HWDI, Persatuan Tuna Netra Indonesia (Pertuni) dan komunitas penyandang disabilitas tuli mengenai peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan maupun pelayanan publik bagi penyandang disabilitas, pengenalan macam-macam disabilitas yakni disabilitas fisik, sensorik, intelektual dan mental serta etika dan tata cara berinteraksi dengan penyandang disabilitas.
Pada sesi diskusi, Ombudsman berkesempatan memberi umpan balik yang pada intinya bahwa Ombudsman sebagai lembaga negara yang mengawasi pelayanan publik juga berkomitmen mengawasi keterpenuhan sarana prasarana dan pelayanan khusus bagi kelompok rentan termasuk didalamnya kelompok penyandang disabilitas melalui kegiatan penilaian penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan setiap tahun di seluruh kabupaten/ kota se- Indonesia.
Ombudsman juga memperoleh pengetahuan baru mengenai pelayanan bagi penyandang disabilitas khususnya mengenai peraturan perundang-undangan mengenai penyandang disabilitas, pemenuhan aksesibilitas dan akomodasi bagi penyandang disabilitas yang masih belum begitu dipahami oleh banyak orang. Aksesibilitas adalah pemenuhan sarana prasarana serta pelayanan bagi penyandang disabilitas yang sifatnya permanen atau tetap seperti ketersediaan lift ramah disabilitas, bidang miring dengan tingkat kemiringan 5 derajat, toilet duduk dengan tinggi minimal 43 cm serta dilengkapi handrail dan lain-lain. Sedangkan akomodasi adalah pemenuhan sarana prasarana dan pelayanan bagi penyandang disabilitas yang sifatnya "customize", sementara dan tidak bisa ditunda, contohnya adalah keberadaan petugas dan ketersediaan kursi roda pada tempat-tempat pelayanan publik yang siap melayani penyandang disabilitas ketika membutuhkan dan prioritas antrian pada pelayanan publik bagi penyandang disabilitas.
Pelayanan maupun sarana dan prasarana bagi penyandang disabilitas wajib disediakan disesuaikan dengan kondisi dari instansi pemberi pelayanan sebab setiap orang berpotensi menjadi disabilitas. Disabilitas tidak hanya terjadi karena faktor bawaan dari lahir melainkan juga penyakit dan musibah/ bencana. Kita tidak pernah tahu, penyakit, musibah atau bencana apa yang akan kita alami ke depannya yang dapat menyebabkan disabilitas.
Selanjutnya, diperkenalkan pula etika dan tata cara berinteraksi dengan penyandang disabilitas yang mengakses pelayanan pada fasilitas pelayanan kesehatan. Penyandang disabilitas saat ini bukan hanya memperjuangkan keterpenuhan hak-hak sebagai warga negara dari segi sarana prasarana namun juga perubahan stigma dari pemberi pelayan publik. Saling menghargai, mengutamakan komunikasi/ interaksi dengan beretika dan tidak membeda-bedakan pelayanan adalah tiga hal yang turut diperjuangkan.
Pada agenda terakhir di hari pertama, peserta diberi materi dan praktek singkat mengenai bahasa isyarat serta informasi mengenai aplikasi yang dapat diunduh pada handphone yang memungkinkan mengubah pesan suara menjadi kalimat sehingga dapat terbaca oleh penyandang disabilitas tuli. Pada hari kedua, peserta memperoleh materi dari Kepala Bidang P2P Dinas Kesehatan Kota Kupang dan HWDI DPD NTT mengenai tinjauan regulasi yang saat ini berlaku mengenai penyandang disabilitas dan tinjauan SOP pelayanan bagi penyandang disabilitas yang saat ini berlaku di beberapa Puskesmas lingkup Kota Kupang.
Dinas Kesehatan Kota Kupang memaparkan hasil pemantauan keterpenuhan dan kelayakan sarpras bagi penyandang disabilitas di Puskesmas Pasir Panjang, Penfui, Oebobo dan Pustu Lasiana berupa temuan - temuan ketidaksesuaian sarpras bagi penyandang disabilitas serta saran perbaikan bagi puskesmas terkait.
Terhadap hasil pemantauan tersebut dan juga SOP yang sementara berlaku pada beberapa puskesmas lingkup Kota Kupang, HWDI telah merumuskan sejumlah rekomendasi perbaikan SOP maupun sarana prasarana pendukung. Pada sesi ini, ombudsman mengingatkan bahwa penyusunan SOP khususnya bagi fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah telah diatur tata caranya dalam peraturan menteri PAN RB maupun peraturan menteri kesehatan sehingga dimohon agar disesuaikan dengan ketersediaan sumber daya pada masing-masing instansi serta wajib bersesuaian dengan standar pelayanan publik yang telah disahkan dan dipublikasikan.
Kegiatan diakhiri dengan penandatanganan komitmen bagi beberapa puskesmas terkait di Kota Kupang maupun Kabupaten Kupang untuk melakukan perbaikan atau revisi SOP sesuai rekomendasi HWDI. Beberapa lembaga lain yang menjadi peserta termasuk Ombudsman turut menandatangani pernyataan komitmen tersebut sebagai saksi.
HWDI menyatakan harapannya pada Ombudsman agar terus mengawal perbaikan pelayanan dari segi sarana prasarana maupun pelayanan petugas yang ramah bagi penyandang disabilitas. Semoga pelayanan publik yang inklusif bagi penyandang disabilitas dapat terwujud bukan hanya dalam pelayanan pada fasilitas pelayanan kesehatan namun juga di segala bidang.(*)